Powered By Blogger

Minggu, 13 Juli 2014

Cyberpunk: Fenomena Fiktif yang Nyata

(Banyak sekali pendapat mengenai pengertian cyberpunk. Dalam tulisan ini, saya akan mengambil terms cyberpunk yang merupakan salah satu sub-genre fiksi ilmiah dalam game, novel, animasi, maupun film. )

Percaya tidak percaya, telah muncul tanda-tanda dari sebuah era yang dalam dunia fiksi disebut cyberpunk. Memang kalau dibandingkan dengan dunia yang ada di berbagai karya fiksi seperti Neuromancer, Akira, Blade Runner, maupun Deus Ex, situasi yang ada saat ini belum sepenuhnya mencerminkan suasana yang begitu high-technya;  paling tidak fenomena-fenomena lazim yang ada dalam dunia fiktif seperti body enhancement dan cyberbrain belum selazim ketergantungan kita terhadap smartphone, pc, dan internet. Namun, dampak yang timbul dari ketergantungan tersebut kurang lebih sama seperti yang digambarkan dalam berbagai karya cyberpunk.



Donald M. Hassler dalam bukunya yang berjudul New Boundaries in Political Science Fiction mengaitkan fenomena perkembangan teknologi dan informasi secara cepat dengan degradasi sosial yang terjadi setelahnya. Biasanya, terjadi kesenjangan ekonomi antara kaum borjuis dengan masyarakat kelas bawah. Anehnya, meskipun tergolong masyarakat kelas bawah, mereka masih mampu untuk memiliki dan mengakses berbagai macam informasi dan teknologi. tentu aja, kualitas teknologi dan informasi yang didapat berbeda dengan mereka yang tinggal di apartemen mewah. Software dan hardware telah menjangkau semua kalangan, persis seperti keadaan saat ini dimana smartphone dan touch screen nya bukan lagi barang mahal seperti 7 tahun silam.

Mereka yang doyan bersosial media dan berselancar di dunia maya telah banyak digambarkan dalam berbagai cerita cyberpunk sejak era 80an. Gambar komputer yang ditanam di otak ini mungkin dianggap berlebihan bagi sebagian masyarakat. Namun, sadarkah kita bahwa fenomena ini bisa saja terjadi di masa depan? Saat ini, banyak dari kita yang benar-benar tidak bisa berpisah sedetik pun dari gadget yang dimiliki. Daripada repot bawa banyak gadget, mending ditanam di dalam tubuh saja biar praktis, bukankah begitu? :)

                          
                                                           Google creating Cyberbrain? Who knows? :)

Jika penanaman chip komputer ke otak tetap akan terasa mengerikan, hal yang masih mungkin dikembangkan saat ini adalah perangkat VR (Virtual Reality). Dengan perangkat mirip kacamata selam, kita bisa mengalami sensasi semu yang nampak begitu nyata; kita bisa merasakan hembusan angin ketika berada di sebuah gunung virtual. Pun kita akan merasakan kesakitan jika sedang bermain game online bersama teman-teman. Sudah tidak sabar ingin mencicipi VR? Kalian tidak perlu khawatir karena raksasa IT Google dan Facebook tengah bersiap melepas Glass dan Oculus Rift nya ke pasar bebas.

Pesatnya arus informasi dan perkembangan teknologi tentu akan berbahaya bila tidak ada yang mengatur. Dalam berbagai karya fiksi, terdapat mega korporasi yang mengatur teknologi tersebut, seperti OmniCorp dan Sarif Industries dalam RoboCop dan Deus Ex: Human Revolution. Saat ini, mega korporasi pun tengah berlomba-lomba untuk menghasilkan berbagai jenis produk teknologi dan informasi; dari mulai gadget sehari-hari hingga teknologi baru yang mustahil ada di benak banyak orang, seperti VR.

Tidak ada yang tahu jawaban yang pasti, kapan teknologi tersebut akan menjadi nyata. Satu hal yang pasti, meskipun tidak seperti dalam film, suatu saat mereka akan hadir di tengah-tengah kita dan kita sebagai manusia mau tidak mau akan menerimanya sebagai suatu kebutuhan, layaknya internet saat ini dimana pada era 90an merupakan hal yang sangat eksklusif. :)













Senin, 14 April 2014

Tenggelam dalam Lautan Fiksi (Part II: Those Who Never Fails to Amuse Me)

Selain game, film adalah teman fiktif kedua ku kalau lagi sendirian. Aku pribadi sebenarnya ga mempermasalahkan siapa yang membuat/ memerankan film tersebut. Selama jalan ceritanya enak diikuti, so pasti aku tonton. Nah, kalau bicara soal preference, aku punya empat sutradara (ga semuanya full sutradara, ada juga yang ngerangkap posisi lain seperti chara design) yang entah kenapa selalu berhasil bikin aku gampang notice ciri khas masing-masing. Berikut ini sutradara yang dimaksud plus gaya khas bikin film nya: 

1. Quentin Tarantino

Sebagian besar orang sudah ga asing sama saga Kill Bill Vol 1 dan 2. Sutradara asal Tennessee, Amrik ini sebenarnya ga cuma dikenal berkat aksi seorang Beatrix Kiddo dalam membalaskan dendamnya terhadap mantan pacarnya ini doang lho! Jauh sebelum Kill Bill, Quentin Tarantino udah bikin film-film dengan alur dan gaya cerita yang nyeleneh, seperti Reservoir Dogs, Pulp Fiction, dan Jackie Brown. Dari segi pemilihan tema, Quentin Tarantino bukanlah sutradara yang suka membuat dunia yang terlampau fiktif; everything that happens/ happened around us is more than enough. Dengan sentuhan emasnya, dia bisa membuat jalan cerita yang unik, bahkan diluar nalar orang pada umumnya, seperti seorang stunt driver yang ternyata adalah pembunuh dalam Death Proof. Oh ya, komedi satir plus segmentasi film ke dalam beberapa chapter adalah ciri khas doi di beberapa filmnya. 

So, kata kunci buat sutradara berusia 51 tahun ini adalah: unusual plot

2. Mamoru Oshii
Sebenernya aku ga terlalu tahu ciri khas sutradara ini kalau dia ga team up sama Kenji Kawai sebagai music composer nya. Film pertama yang aku tonton adalah Patlabor the Movie. Kesan yang aku tonton pas nonton film nya benar-benar beda sama apa yang aku dapat dari serial tv nya; suasana cerita bener-bener, how should I put it, semi-dark, relaxing, dan ketegangan cerita yang dibangun secara perlahan-lahan. Ga cuma Patlabor aja, film-film lain seperti Ghost in the Shell, Jin Roh, dan Assault Girls pun seolah punya nuansa yang sama, meskipun tema dan setting ketiga film tersebut jauh berbeda. Mamoru Oshii berusaha menampilkan unsur realisme yang dipadu dengan imajinasi dalam karya-karyanya. 

Kata kunci buat menggambarkan salah satu sutradara anime veteran ini adalah: atmosphere making


3. Shotaro Ishinomori
Bisa dibilang, beliau adalah salah satu mangaka generasi awal yang cukup berpengaruh hingga saat ini. Shotaro Ishinomori terkenal lewat karya-karya legendaris seperti Cyborg 009 dan Kamen Rider. Dua judul tersebut sebenarnya sudah bisa merepresentasikan ciri khas dari karya-karya beliau; manusia dengan kekuatan super. Tengok saja karya-karya lainnya seperti Inazuman dan Kikaider yang kental akan nuansa rekayasa teknologi. Musuh dari sang jagoan utama kebanyakan berwujud organisasi rahasia dengan tujuan utama yang masih cukup absurd di awal-awal cerita, sehingga menciptakan kesan horor juga mewarnai di hampir semua karyanya, seperti di Skull Man. Oh ya 1 lagi, most heroes wear scarf!

Ga berlebihan rasanya kalau kata kunci yang tepat buat Shotaro Ishinomori adalah: realm making

4. Keita Amemiya
Jauh sebelum Garo, beberapa dari kita udah pernah nonton Choujin Sentai Jetman di TV. Keita Amemiya berhasil bikin serial sentai yang dibumbui konflik personal dan cinta segitiga antar karakter utamanya, padahal target penonton utama serial yang diadaptasi ke US jadi Power Rangers ini  adalah anak-anak! Tapi menurutku, bukan itu kekuatan utama sutradara yang kerap tampil mengenakan topi hitam ini. Dia ahli menggabungkan hal-hal berbau etnis tradisional dan futuristik ke dalam karya-karyanya. Kombinasi tersebut bisa dilihat dalam Zeiram, Mirai Ninja, serta franchise yang masih on going hingga sekarang, Garo dan Gouraigan.


Hampir sama dengan Shotaro Ishinomori, kata kunci yang bisa disematkan kepada Keita Amemiya adalah: realm making


Minggu, 16 Maret 2014

Melepaskan Lelah...(Part I)


Evening, all!

Pernah gak kalian ngerasain sebuah pengalaman yang bikin kalian terkagum-kagum, sampai-sampai segala macam penat yang dialami sebelumnya tu ilang gitu aja? Minggu kemarin, aku baru aja ngalamin hal itu. Thanks to my friend, Indah Febbriani aka Nyoro, I saw something that's quite rare to see in the metropolis like Jakarta. Aku sendiri masih heran, ada ya tempat macam Kepulauan Seribu di Jakarta? (lol, maklum orang rumahan yang sedang berusaha melihat dunia :malu:)




Pagi-pagi buta aku udah sampai di Stasiun KRL Pondok Jati buat nunggu kereta. Begitu kereta dateng, langsung aku melenggang ke dalam salah satu gerbong. Padahal masih pagi-pagi buta, tapi udah banyak aja orang yang naik kereta. Hari Sabtu pulak. Pada mau kemana sih? (abaikan)

Jugijagijugijagijug


Sialnya, gara-gara belum kencing, terpaksa aku turun di Senen dan nunggu kereta berikutnya yang ke arah Duri! Telat nih! Untungnya sih mas korlab nya mau sabar nungguin kami sampai di masjid dekat tempat pelelangan ikan. Jadi kami agak tenang meski harus gonta ganti angkot. (sekedar tips. Mending kalau ada temen yang punya mobil, you better ask your friend to drive to go there together! Sumpah susah bener harus gonta ganti angkot. Mana habis Rp. 15.000 pula buat sampai ke tempat pelelangan ikannya.)

Sampai di tempat, ternyata masih aja yang telat gitu. As expected Indonesian. Well, tak apa lah, yang penting molornya ga lama-lama amat #eh

Sekitar jam 9 pagi, kapal pun meninggalkan dermaga, menuju pulau pertama, yaitu Pulau Kelor!..



#bersambung

#lagimalesnulisajasihsebenernya






















Sabtu, 08 Maret 2014

Kerinduan Sepasang Bola Mata


 Dulu, sepasang bola mata cukup sering menyaksikan pemandangan serba hijau tersebut.

Terkadang, keduanya bosan dengan alam yang menyajikan kesejukan tiada tara anugerah Sang Maha Kuasa.


Kini, setelah keduanya terkekang dalam pilar-pilar penembus angkasa, rasa rindu pun semakin tak tertahankan untuk menikmati pemandangan serba hijau yang dulu mereka anggap membosankan.

Syukurlah, sepasang kekasih dapat kembali bercinta dengan nikmatnya, di tengah-tengah pemandangan yang tak mungkin ada di pilar-pilar simbol egoisme tersebut.

Sabtu, 01 Maret 2014

Tenggelam dalam Lautan Fiksi (Part I: Video Game)

Seberapa sering sih kita menikmati sebuah karya fiksi (bisa berwujud komik, novel, film, serial, atau video game) sampai-sampai kita ngerasa menjadi karakter utamanya? Kalau bisa sampai seperti itu, kita bakal betah berlama-lama menikmati setiap pengalaman atau sensasi yang ada. Aku pribadi juga pernah ngalamin hal kaya gitu, misalnya main sebuah judul game. Saking bagusnya gameplay dan ceritanya, sampai-sampai ga kerasa kalau waktu udah berlalu sekitar 5 jam semenjak pertama kali mulai menikmati (jarang-jarang aku bisa kek gitu :p). Kali ini, aku mau share beberapa judul game yang bisa menimbulkan efek immersion (bahasa manusianya, aku sebagai player bisa seolah-olah masuk ke dunia fiktif itu). Untuk tulisan pertama ini, aku bakal sebutin dari franchise secara keseluruhan atau beberapa judul saja yang kuanggap keren.

1. Metal Gear Series

Ga usah ditanya lagi kalau franchise buatan Hideo Kojima ini selalu mendapatkan pujian dari berbagai kalangan gamers. Unsur storyline, cinematic cutscene, easter egg, serta gameplaynya sudah memuaskan para fansnya. Aku sendiri kenal Metal Gear dari Metal Gear Solid, yang lalu diterusin dengan judul-judul lainnya (baik canon maupun spin-off) sampai yang terakhir, Metal Gear Rising. Hal-hal yang bikin aku tenggelam adalah cutscene dan berbagai macam misteri yang ada di setiap judulnya. 

2. Front Mission 3 

Buat yang ngefans sama tipikal JRPG klasik, mungkin kamu dulu pernah main Front Mission 3, entah berhenti di tengah jalan atau bahkan namatin kedua skenario. Meskipun kalah tenar sama FF VII dan VIII, Front Mission 3 mendapat respon positif di eranya (bahkan mungkin sampai sekarang). Aku berhasil ditenggelamkan oleh cara kita mengungkap berbagai misteri yang ada, yaitu lewat...internet! Fitur network yang ada di FM 3 tu selain bisa buat update berita-berita di FM 3 realm, kita juga bisa dapetin barang2, mulai dari wallpaper desktop, sampai....super wanzer! (ups spoiler)

3. Ace Combat 3 (Jap Version)

Kok cuma yang versi Jepang? Beberapa orang menganggap versi US dan Eropa benar-benar sebuah kegagalan. Narasi cerita yang ada di versi aslinya dihilangkan begitu saja oleh Namco. Karena penasaran, aku nyoba versi Jepangnya 2 tahun yang lalu. Emang bener, Ace Combat 3 versi Jepang ada cerita yang ga sekedar cerita! Sebagai AI (Artificial Intelligence), kamu disuruh untuk memilih salah satu kubu yang nantinya akan memiliki ending berbeda-beda. Caranya milih kubu pun lumayan unik; di bagian akhir dari beberapa misi, kamu bakal disuruh ngikuti jalur antar beberapa karakter yang berasal dari kubu berbeda. 

4. Ace Combat Zero

Feel yang didapat pas main Ace Combat Zero adalah real warfare. Padahal, setting negara dan angkatan bersenjatanya sama sekali ga ada di dunia nyata. Perpaduan antara keduanya plus cerita dan misi yang menegangkan berhasil bikin aku replay gamenya beberapa kali. 

5. Ghost Trick: Phantom Detective

Game yang dikembangkan oleh tim yang juga membuat Phoenix Wright ini sempat aku remehin. Soalnya jujur, puzzle is not quite my type. Tapi dugaanku salah total setelah ngikutin jalan cerita yang super epic, plus plot twist yang bener-bener ga disangka-sangka! The game itself is a must play!

6. Dishonored

Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan pula untuk namatin sebuah misi di Dishonored. Game besutan Bethesda ini benar-benar mancing pemainnya buat eksplorasi setiap sudut ruangan. Selain melewati jalan yang berbeda, kamu juga bisa nyelesaiin semua misi dengan berbagai metode, dari yang paling aman (tidak membunuh sama sekali) sampai membunuh semua penjaga dan target yang ada. Semua fitur itulah yang bikin aku betah nongkrong berjam-jam di depan laptop. :>

7. Gran Turismo 2, rFactor, dan Racing Sim lainnya

Banyak orang tanya ke aku, apa sih asyiknya racing sim? Mau belok aja susah banget. Sebenarnya kalau mau latihan, racing sim tu ga kalah asyik sama arcade sim, lho. Aku sendiri mulai kenal dunia racing sim dari Gran Turismo 2, F1 Challenge, sama WSBK 2001. Dari situlah aku kenal judul-judul lainnya. Tantangan yang harus dihadapi pada kebanyakan racing sim adalah saat memasuki tikungan. Presisi titik pengereman dan saat menggerakkan kemudi dipadu dengan konsentrasi utuh sepanjang balapan bikin aku pribadi betah untuk menaklukkan sirkuit demi sirkuit.